Perlindungan Calon Dokter Spesialis dari Perundungan di Sistem Pendidikan Kedokteran Indonesia

Wahyu EL


Sistem pendidikan kedokteran di Indonesia masih mengalami berbagai kendala, terutama dalam pendidikan dokter spesialis. Di tengah kekurangan jumlah dokter spesialis di Indonesia, banyak calon dokter spesialis yang menghadapi masalah perundungan atau bullying.

Berbagai tantangan dihadapi oleh calon dokter spesialis, terutama saat menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Bahkan, beberapa di antaranya sampai keluar dan tidak ingin menjadi residen lagi karena tidak tahan menjadi korban perundungan.

Seorang dokter yang tidak ingin disebutkan namanya mengaku mengalami kekerasan verbal dan psikis saat menjalani program PPDS. Dokter ini berasal dari Jawa, mantan residen dan mahasiswa PPDS, yang terpaksa keluar dari program pada tahun 2023 karena mengalami perundungan yang cukup parah dan terus-menerus.

Saat menjadi residen, para calon dokter spesialis harus menuruti permintaan dari senior. Selain itu, mereka juga sering disuruh menjemput senior di bandara bahkan pada jam dua pagi.

Hal tersebut membuat dokter tersebut memutuskan untuk keluar dari PPDS karena mengidap post traumatic stress disorder. Dokter tersebut merasa bahwa jadwal tidurnya tidak dipertimbangkan meskipun sudah bekerja selama lebih dari 24 jam.

Tidak hanya itu, seorang residen asal Sumatera Barat juga mengalami perundungan saat menjalani program PPDS. Hal ini sudah menjadi 'tradisi' turun-temurun yang sulit dihindari.

Kementerian Kesehatan mengaku mendapat banyak laporan tentang perundungan di kalangan calon dokter spesialis. Namun, tidak banyak dari mereka yang berani melaporkan kasus tersebut. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan mengusulkan adanya perlindungan dalam RUU Kesehatan untuk mencegah perundungan dalam sistem pendidikan kedokteran di Indonesia.

Perlindungan terhadap perundungan di sistem pendidikan kedokteran menjadi penting karena hal ini dapat mempengaruhi kualitas tenaga medis di masa depan. Jika para calon dokter spesialis mengalami perundungan, hal ini bisa berdampak pada kesehatan masyarakat karena tenaga medis yang dihasilkan tidak memiliki kualitas yang baik.

Selain itu, perundungan juga dapat berdampak pada kesehatan mental calon dokter spesialis. Jika mereka mengalami trauma akibat perundungan, maka hal ini dapat mempengaruhi kinerja mereka di masa depan.

Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mencegah dan memberantas perundungan dalam sistem pendidikan kedokteran. Selain itu, perlu juga ada upaya untuk memberikan dukungan dan bimbingan kepada para calon dokter spesialis yang mengalami perundungan.

Pemerintah juga perlu memperhatikan jumlah dokter spesialis yang ada di Indonesia. Dengan meningkatkan jumlah dokter spesialis, maka diharapkan calon dokter spesialis tidak lagi dijadikan korban perundungan.

Terakhir, perlu ada perubahan dalam budaya pendidikan kedokteran di Indonesia. Budaya yang merendahkan dan memaksa para calon dokter spesialis untuk menuruti senior harus diubah agar tidak ada lagi perundungan dalam sistem pendidikan kedokteran.

Komentar